Search this blog

Minggu, 10 Juli 2011

Ozie Jadi Santri




“I wanna be a billionare, so freaking bad… buy all of the things I never had…” Suara ringtone dari Travis berdering dari HP Blackberry milik pemuda yang masih terlelap di kasur empuknya itu. Jam 4 pagi “Shiit…!!! Siapa sih nelpon sepagi ini…!!!” gumamnya sambil mengucek mata yang bener-bener masih sulit dibuka. Di layar HP nya tertulis “My Mom” “Mama?? Ada apa ya pagi-pagi nelpon gini…” Sambil tetap bermalas-malasan, dipencetlah tanda “OK” di HPnya “Mama?? Ada apa ya? Mau kasih tambahan uang saku, atau mau ngajak liburan ke LN lagi?” Sambil tetap nerocos tak memberikan waktu Mamanya berbicara... “eits... stop... salah semua..!! Ada kabar gembira buatmu..!!!” dari telpon Mamanya tersenyum penuh arti.. “Kabar gembira??” Arghh jangan maen tebak-tebakan di pagi gini Ma..!!” bilang dech... kalo nggak aku tidur lagi ne..” sambil mengancam menutup telponnya. ”Begini nak, kemarin Papa dan Mama berdiskusi, kami memutuskan untuk memasukkan kamu di Pesantren milik temen Papamu... Papa sudah mengurus semua, dan minggu depan kamu sudah masuk sana. Mama dan Papa akan pulang 2 hari lagi..” Sambil menjelaskan panjang lebar. ”Pesantren?” are you kidding me? Islamic Boarding School? What the heck is that??!  That’s not a good news for me Mom. I never imagine what kind of place is that!” langsung matanya terbuka lebar dan menutup telpon dari Mamanya. Ya, pesantren merupakan ha lasing bagi cowok 18 tahun ini. Ozie begitu ia biasa disapa. Merupakan tipe pemuda gaul Jakarta dengan hidup yang bebas tanpa aturan, ditambah pengalamannya sebagai Exchange Student di Amerika Serikat selama 1 tahun yang lalu. Orang tuanya yang sering bekerja keluar kota dan keluar negeri membuat hidup Ozie semakin bebas saja. Maka dari itu, Mama Papanya mulai berpikir untuk memasukkan ke Pesantren setelah bertemu dengan teman lamanya dan bercerita tentang Pesantren yang dikelola teman Papanya itu.
Seperti habis disambar petir, Ozie tidak bisa bangun, memikirkan berita yang baru saja dia terima. “No way… I don’t wanna go to Boarding School… it must be sucks!!” Dia kucek-kucek matanya sekali lagi berharap telpon dari Mamanya tadi hanya mimpi. Walaupun Ozie bisa dibilang anak brandal, namun dia sangat menghormati Papa dan Mamanya. Bukan karena apa, tapi karena dia takut kalo uang jajannya dikurangin. Haha.. walaupun begitu, tetaplah masih ada sisi baik dari dirinya. Sejam, dua jam, tiga jam dia masih berbaring di kasur spring bed miliknya. Dia memutuskan untuk tidak pergi ke sekolah hari ini. Perasaan bingung, aneh, sedih, takut, khawatir sedang menyelimuti hati Ozie. Belum pernah terlintas olehnya untuk belajar di Pesantren. Mungkin proses adaptasinya akan mudah karena Ozie telah terbiasa beradaptasi di lingkungan yang baru. Dari kecil dia sudah terbiasa pindah-pindah sekolah mengikuti dimana Mama dan Papanya bekerja. Namun yang jadi kekhawatirannya dan ketakutannya adalah segala peraturan dan kewajiban yang harus dilakukanya di Pesantren tersebut. ”Arrghh.... Aku gak mau pindah Pesantren...!!”.
Seperti janji Mamanya di telpon beberapa hari yang lalu, pagi-pagi buta sekali Mama dan Papa Ozie sudah datang. Dengan senyum dan salam, Mama menghampiri Ozie di tempat tidur. ”Semuanya telah siap nak, siang ini kita berangkat ke Darul ’Ulum, Jombang. 2 jam dari Bandara Soekarto Hatta menuju Bandara Juanda, Ozie hanya duduk termenung melihat awan-awan putih dari jendela pesawat. Awan yang putih bersih terlihat mendung dihadapannya. Sampai makanan dan minuman yang dibawa pramugari tak dihiraukannya. Akhirnya Papa Ozie membangunkan lamunannya... ”Ozie....Ozie.... sudah sampai Surabaya,... kamu mau menginap di Surabaya dulu atau langsung ke Jombang?” tanya Papanya. Dengan pandangan yang masih di awang-awang Ozie menjawab ”Kita langsung ke Jombang saja” tanpa di embel-embeli kata-kata lain Ozie langsung masuk taxi yang telah menunggu di depan pintu Bandara.
3 jam mendengarkan lagu-lagu di iPod kesayangannya, akhirnya sampailah Ozie dan kedua orang tuanya di depan pintu gerbang Pondok Pesantren Darul ’Ulum Jombang. Di dalam jendela taxi, Ozie melihat anak-anak seumuran, bahkan anak-anak kecil yang berlalu lalang dengan kopyah, sarung dan membawa kitab suci di dadanya. Yang wanita berkerudung, berjalan dengan menunduk, menunjukkan ketawadhu’annya. Ozie sedikit tersentuh dan merasa kecil melihat mereka. Walaupun dalam hati kecilnya dia tidak ingin tinggal di Pondok Pesantren dan dia sudah punya rencana seminggu setelh tinggal di Pesantren, dia akan kabur ke rumah temen-temennya di Surabaya. Namun dia masih ingin mencoba merasakan bagaimana hidup di Pesantren.
Setelah sampai di Asrama Pondok Tinggi dan berdiskusi dengan pembina Asrama. Akhirnya orang tua Ozie berpamitan dan meneteskan air mata mencium pipi Ozie dan mengucapkan “belajar yang rajin ya nak... Mama dan Papa sayang kamu”... Ozie yang memang tidak bisa menangis, hanya menjawab “Ya Ma.... ya Pa.... Ozie juga sayang kalian” walaupun di pikirannya sudah tertata rapi rencana pelarian dirinya dari Pondok tersebut. Dari pondoknya dia anak naik angkot JM menuju ke terminal, di terminal Jombang dia akan naik bus Sumber Kencono menuju Surabaya, kemudian dia akan menelpon temannya dan meminta menjemputnya di terminal. Semua informasi lengkap tentang transportasi yang akan dia ambil didapat dari salah satu temennya di Facebook yang tinggal di Jombang. ”Inilah gunanya pertemanan di Facebook, bisa bantu kalo kepepet...!!! gumamnya.
Malam pertama di Gudang Ilmu tersebut begitu sangat menyiksa batinnya. Dia belum terbiasa hidup seperti itu, tanpa HP, makan bareng-bareng santri yang lain, mandi harus antri, tidur bersama-sama, pokoknya sangat berbeda dengan kehidupannya yang sangat mewah. Sebenarnya dia masih membawa HP Blackberry dan iPod Nano kesayangannya, namun dia menyimpannya karena takut jika di sita oleh pihak keamanan pondok. Banyak sekali peraturan yang harus di patuhi oleh santriwan-santriwati di Pondok ini. Hal ini membuat Ozie semakin tidak betah bersama-sama di Pesantren.
Baru 3 hari di Pesantren, Ozie sudah benar-benar merasa stress bangun jam 4 pagi, sholat berjama’ah, ngaji, mandi harus antri, sekolah dengan pelajaran yang sangat banyak, pulang jam 4 sore, dilanjutkan mengaji lagi sampai jam 9 malam. Sangat berbeda sekali dengan apa yang setiap hari di kerjakan di rumah. ”Sore ini aku harus keluar dari sini” ucapnya dalam hati. Sepulang sekolah, dia bawa baju secukupnya, kemudian dengan sembunyi-sembunyi dia mencoba keluar dari lingkungan Pondok. ”Shitt... satpamnya masih berjaga-jaga!” keluhnya. Setelah menunggu kurang lebih dari 30 menit, akhirnya dia bisa keluar menuju angkot JM yang telah mengepulkan gas knalpotnya. Sambil tetap melihat kanan-kiri, dia terus berdo’a agar aksinya ini berhasil. Setelah sekitar 20 menit berpanas-panasan di angkot, akhirnya Ozie sampai di terminal. Langsung dia mencari bus Sumber Kencono menuju Surabaya. Setelah duduk, akhirnya dia berucap ”Akhirnya aku bebas!!!, Sorry Ma, Pa..... Darul ’Ulum bukan tempatku....!!!”. Sepanjang perjalanan, dia hanya tertidur. Namun dalam tidur nyenyaknya dia terbangun karena mimpi yang membuat badannya berkeringat. Dalam mimpinya dia melihat Papa dan Mamanya telah tiada, dia duduk di sebelah jasad Papa dan Mamanya, namun tiada kata dan do’a-do’a yang bisa terucap di mulutnya, bahkan untuk membaca surat Al-Fatihah pun dia tak bisa. Akhirnya mimpi itu membuatnya terbangun dan membuatnya sejenak berfikir serta berangan-angan akan arti dari mimpi tersebut. Di tengah perjalanannya menuju Surabaya, tiba-tiba dia berubah pikiran dan memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanannya. ”Pak berhenti Pak... saya turun disini....” mintanya pada supir bus. Akhirnya Ozie pun turun dan memutuskan untuk kembali ke Pondok Pesantren Darul ’Ulum Jombang. Dia berjalan dan terus berjalan memutar balik dari arah bus yang dia tumpangi tadinya. Pandangannya kosong, matanya menatap kedepan tapi dia seperti melihat sesuatu yang tidak biasa. Jalannya agak sempoyongan. Beberapa kali sirine mobil ditujukan ke arahnya, bahkan ada orang yang marah-marah kepadanya. ”Punya mata gak sih,...!!! liat tu jalan...!!!” bentak salah satu pengendara mobil. Tiba-tiba ketika hendak menyeberang, dua mobil melaju dengan kencengnya dari arah belakang dirinya. Ozie mencoba menghindar, namun sudah terlambat. Braakkk....!!! ”Allahu Akbar...!!!” teriak salah seorang yang melihat kejadian itu. Kemudian Ozie di bawa ke Rumah Sakit terdekat dan mendapatkan penanganan darurat. Namun nyawanya tidak bisa tertolong, Ozie meninggal tiba-tiba, ibunya datang dan membangunkannya. ”Ozie...Ozie... Bangun, sudah jam 6 pagi, hari ini kita berangkat ke Darul ’Ulum. Ozie baru sadar bahwa semuanya tadi hanya mimpi. Tapi mimpi itu begitu nyata baginya mungkin itulah yang dinamakan hidayah. Mimpi itu menjadi pelajaran buat Ozie. Ozie bilang ke Mamanya tentang mimpi tersebut. Dan akhirnya Ozie memutuskan untuk mau menjadi santri di Darul ’Ulum. Dengan wajah sumringah, Mama dan Papa Ozie mengantarkannya menjadi Santri di Pondok Pesantren Darul ’Ulum Jombang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar